Mengenal Gempa Bumi Tektonik: Apa Itu dan Kenapa Terjadi?
Pernahkah kamu merasakan getaran kuat yang datang dari dalam bumi? Itu yang kita sebut gempa bumi. Nah, gempa bumi itu ada macam-macam penyebabnya, tapi yang paling sering terjadi dan paling kuat dampaknya itu namanya gempa bumi tektonik. Jadi, apa sih sebenarnya gempa bumi tektonik itu? Gampangnya, gempa bumi tektonik adalah guncangan pada permukaan bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi secara tiba-tiba di dalam kerak bumi. Energi ini terakumulasi akibat pergerakan atau tumbukan lempeng-lempeng tektonik. Inilah tipe gempa yang paling umum dan paling merusak di dunia.
Bumi Kita Tersusun dari Lempengan Raksasa¶
Bayangin aja, kerak bumi tempat kita berpijak ini bukan satu kesatuan yang utuh, melainkan terpecah-pecah jadi kepingan-kepingan raksasa yang kita sebut lempeng tektonik. Ukurannya macam-macam, ada yang seluas benua bahkan lebih. Lempeng-lempeng ini enggak diam lho, mereka itu “mengambang” di atas lapisan panas dan setengah cair di bawahnya yang namanya astenosfer, dan bergerak sangat pelan, cuma beberapa sentimeter per tahun, kira-kira secepat tumbuhnya kuku manusia.
Pergerakan lempeng ini didorong oleh panas dari inti bumi yang menghasilkan arus konveksi di astenosfer. Ada sekitar selusin lempeng utama dan banyak lempeng kecil di seluruh dunia. Interaksi antar lempeng inilah yang jadi biang kerok berbagai fenomena geologi dahsyat, termasuk gempa bumi tektonik.
Pertemuan Lempeng: Zona Paling Rawan¶
Gempa bumi tektonik paling sering terjadi di batas-batas lempeng. Ini ibarat persimpangan jalan raya bagi lempeng-lempeng raksasa itu. Ada tiga jenis pergerakan utama di batas lempeng:
Batas Konvergen (Bertumbukan)¶
Di sini, dua lempeng bergerak saling mendekat dan bertumbukan. Kalau lempeng samudra bertemu lempeng benua, lempeng samudra yang lebih berat akan menyusup ke bawah lempeng benua (proses subduksi). Kalau dua lempeng benua bertemu, mereka akan saling mendorong dan membentuk pegunungan tinggi. Pertumbukan ini menyimpan energi yang luar biasa besar dan jadi sumber gempa-gempa paling kuat di dunia.
Batas Divergen (Bercerai)¶
Di sini, dua lempeng bergerak saling menjauh. Saat mereka terpisah, magma dari dalam bumi naik ke permukaan dan membentuk kerak baru. Gempa di sini biasanya lebih dangkal dan kekuatannya cenderung lebih kecil dibandingkan batas konvergen. Contohnya di dasar samudra, membentuk punggungan tengah samudra.
Batas Transform (Geser)¶
Di sini, dua lempeng bergerak saling bergeser secara horizontal. Mereka tidak saling mendekat atau menjauh, hanya melewati satu sama lain. Pergeseran ini sering tidak mulus karena gesekan. Saat gesekan terlampaui, terjadi slip mendadak yang memicu gempa. Sesar San Andreas di California adalah contoh terkenal dari batas transform ini.
Akumulasi Energi dan Garis Patahan (Sesar)¶
Saat lempeng-lempeng ini bergerak, terutama di batas-batas lempeng, mereka tidak selalu meluncur dengan mulus. Seringkali, karena permukaan yang kasar dan tekanan yang luar biasa, mereka akan terjepit atau terkunci. Meskipun lempengnya terkunci, gaya pendorong dari dalam bumi tetap bekerja, terus mendorong atau menarik lempeng tersebut.
Ini seperti kita menekan pegas atau menarik karet gelang. Energi perlahan-lahan menumpuk di area yang terkunci tersebut. Area di kerak bumi tempat batuan pecah atau bergeser karena pergerakan lempeng inilah yang kita sebut sesar atau patahan. Sesar bisa berupa retakan kecil atau zona patahan raksasa yang membentang ratusan kilometer. Gempa bumi tektonik terjadi di sepanjang sesar-sesar ini.
Saat “Karet Gelang” Itu Putus: Pelepasan Energi Mendadak¶
Energi yang terakumulasi di sesar yang terkunci itu terus meningkat seiring waktu. Batuan di sekitar sesar jadi tegang dan melengkung, menyimpan energi elastis, mirip seperti karet gelang yang diregangkan. Ada titik di mana batuan tidak bisa lagi menahan tegangan tersebut.
Ketika tegangan melampaui kekuatan batuan, tiba-tiba saja batuan tersebut patah dan bergeser. Pergeseran ini bisa dalam hitungan detik, tapi jaraknya bisa mencapai beberapa meter atau bahkan belasan meter untuk gempa yang sangat besar. Pelepasan energi yang tersimpan ini berlangsung sangat cepat dan dalam jumlah besar, seperti karet gelang yang putus atau pegas yang tiba-tiba dilepas.
Energi yang dilepaskan ini merambat ke segala arah dalam bentuk gelombang seismik. Gelombang inilah yang kita rasakan sebagai guncangan atau getaran tanah saat gempa bumi. Titik di dalam bumi tempat pelepasan energi pertama kali terjadi disebut hiposenter (atau fokus gempa), sementara titik di permukaan bumi yang berada tepat di atas hiposenter disebut episenter. Gempa terasa paling kuat di sekitar episenter.
Karakteristik Gempa Bumi Tektonik¶
Beberapa karakteristik penting gempa bumi tektonik yang sering dibicarakan:
Magnitudo dan Intensitas¶
Dua istilah ini sering tertukar, padahal beda maknanya.
* Magnitudo: Mengukur jumlah energi yang dilepaskan di sumber gempa. Ini nilainya tunggal untuk satu kejadian gempa. Skala yang umum dipakai saat ini adalah Skala Magnitudo Momen (Mw), yang lebih akurat untuk gempa besar dibanding Skala Richter (ML) yang lebih tua. Nilai magnitudo ini logaritmik, artinya gempa M 7 itu melepaskan energi sekitar 32 kali lipat dari gempa M 6, dan kira-kira 1000 kali lipat dari M 5!
* Intensitas: Mengukur dampak atau efek gempa di suatu lokasi tertentu. Ini dinilai dari seberapa kuat guncangan dirasakan, seberapa banyak benda jatuh, atau seberapa parah kerusakannya. Nilainya berbeda-beda di setiap lokasi, tergantung jarak dari episenter, kedalaman gempa, dan kondisi geologi setempat. Skala yang sering dipakai adalah Modified Mercalli Intensity (MMI) Scale, mulai dari I (tidak terasa) sampai XII (bencana besar).
Kedalaman Gempa¶
Kedalaman hiposenter juga sangat mempengaruhi dampak gempa.
* Gempa Dangkal: Hiposenter kurang dari 70 km di bawah permukaan. Gempa dangkal biasanya terasa paling kuat dan merusak di permukaan jika magnitudonya sama, karena energinya belum banyak berkurang saat mencapai permukaan.
* Gempa Menengah: Hiposenter antara 70-300 km.
* Gempa Dalam: Hiposenter lebih dari 300 km. Gempa dalam cenderung kurang merusak di permukaan meskipun magnitudonya besar, karena gelombangnya sudah menempuh jarak yang jauh dan energinya sudah lebih teredam.
Gempa Susulan (Aftershocks) dan Gempa Pembuka (Foreshocks)¶
Setelah gempa utama (mainshock), seringkali diikuti oleh gempa-gempa yang lebih kecil di area yang sama. Ini namanya gempa susulan (aftershocks). Gempa susulan terjadi karena batuan di sekitar sesar utama masih menyesuaikan diri setelah pelepasan energi besar. Frekuensi dan kekuatan gempa susulan biasanya menurun seiring waktu.
Kadang-kadang, sebelum gempa utama terjadi, didahului oleh guncangan-guncangan kecil. Ini namanya gempa pembuka (foreschocks). Sayangnya, gempa pembuka ini hanya bisa diidentifikasi sebagai gempa pembuka setelah gempa utama terjadi. Jadi, kita tidak bisa mengetahui apakah guncangan kecil yang sedang terjadi itu adalah foreshock atau hanya gempa kecil biasa. Ini salah satu alasan sulitnya memprediksi gempa.
Di Mana Saja Gempa Tektonik Sering Terjadi?¶
Seperti sudah disebut, gempa tektonik paling sering terjadi di batas-batas lempeng. Ada beberapa zona seismik paling aktif di dunia:
Cincin Api Pasifik (Ring of Fire)¶
Ini adalah zona paling aktif di dunia, berbentuk tapal kuda mengelilingi Samudra Pasifik. Mencakup pantai barat Amerika Utara dan Selatan, Kepulauan Aleut, pantai timur Asia, Jepang, Filipina, Indonesia, Selandia Baru, dan pulau-pulau Pasifik lainnya. Sekitar 90% gempa bumi dunia terjadi di sini, dan 81% gempa terbesar di dunia. Indonesia sendiri terletak di pertemuan tiga lempeng besar (Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia), menjadikannya salah satu negara paling rawan gempa di dunia.
Sabuk Mediterania-Asia¶
Zona ini membentang dari Laut Mediterania, melewati Timur Tengah, Asia Tengah, hingga Himalaya dan Asia Tenggara. Ini adalah zona tumbukan kompleks antara Lempeng Afrika, Arab, dan India dengan Lempeng Eurasia. Zona ini juga sangat aktif dan menghasilkan gempa-gempa besar yang merusak.
Selain di batas lempeng, gempa tektonik juga bisa terjadi di dalam lempeng itu sendiri (intraplate earthquakes), meskipun lebih jarang dan biasanya tidak sebesar gempa di batas lempeng. Ini bisa terjadi karena stress yang merambat dari batas lempeng atau karena reaktivasi sesar-sesar kuno.
Dampak Gempa Bumi Tektonik¶
Dampak gempa bumi tektonik bisa sangat menghancurkan. Beberapa dampak utamanya meliputi:
- Guncangan Tanah (Ground Shaking): Ini adalah dampak paling langsung dan seringkali paling merusak. Intensitas guncangan bervariasi tergantung magnitudo, jarak, kedalaman, dan kondisi tanah lokal.
- Kerusakan Struktur: Bangunan, jembatan, jalan, dan infrastruktur lainnya bisa rusak parah atau roboh akibat guncangan. Kualitas bangunan sangat menentukan tingkat kerusakan.
- Pencairan Tanah (Liquefaction): Pada tanah yang jenuh air dan tidak padat (misalnya endapan aluvial atau pasir), guncangan kuat bisa menyebabkan tanah kehilangan kekuatan dan berubah menjadi mirip cairan berlumpur. Bangunan di atas tanah seperti ini bisa tenggelam atau miring.
- Tanah Longsor: Guncangan gempa bisa memicu tanah longsor di daerah perbukitan atau pegunungan, menambah daftar bencana ikutan.
- Tsunami: Jika gempa tektonik terjadi di bawah dasar laut dan cukup kuat untuk menyebabkan pergeseran vertikal dasar laut (umumnya pada batas lempeng konvergen/subduksi), ia bisa memindahkan volume air laut dalam jumlah besar dan menghasilkan gelombang raksasa yang dikenal sebagai tsunami. Tsunami bisa merambat ribuan kilometer melintasi samudra dan menyebabkan kerusakan parah di wilayah pesisir.
Mengukur Gempa: Peran Seismograf¶
Bagaimana para ilmuwan tahu kapan dan di mana gempa terjadi, serta seberapa kuat? Mereka menggunakan alat yang disebut seismograf. Alat ini sangat sensitif terhadap getaran tanah dan merekam gelombang seismik yang tiba di stasiun seismograf. Rekaman ini disebut seismogram.
Dengan menganalisis data dari beberapa stasiun seismograf yang tersebar, para seismolog bisa menentukan lokasi episenter, kedalaman hiposenter, waktu kejadian, dan magnitudo gempa. Jaringan seismograf di seluruh dunia terus memantau aktivitas gempa, membantu kita memahami lebih baik tentang sifat gempa bumi.
Ketidakpastian Prediksi dan Pentingnya Kesiapsiagaan¶
Meskipun kita sudah memahami proses terjadinya gempa bumi tektonik dengan cukup baik, satu hal yang sampai saat ini belum bisa dilakukan oleh sains modern adalah memprediksi gempa secara akurat, yaitu menentukan kapan, di mana secara spesifik, dan seberapa kuat gempa besar berikutnya akan terjadi. Kita hanya bisa memperkirakan probabilitas terjadinya gempa di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (misalnya, dalam 30 tahun ke depan) berdasarkan data gempa masa lalu dan laju pergerakan lempeng.
Karena prediksi yang akurat belum memungkinkan, kesiapsiagaan menjadi kunci utama untuk mengurangi risiko dan dampak gempa bumi tektonik. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab kita semua sebagai individu dan komunitas.
Tips Sederhana Kesiapsiagaan Gempa:¶
- Sebelum Gempa:
- Kenali area rumah atau tempat kerja/sekolah yang aman (di bawah meja kokoh, jauh dari jendela atau benda berat).
- Amankan barang-barang berat (rak buku, lemari, bingkai foto) agar tidak jatuh saat guncangan.
- Pelajari cara mematikan listrik dan gas.
- Siapkan tas siaga bencana (obat-obatan, makanan/minuman, senter, radio, peluit, dll).
- Buat rencana darurat keluarga, tentukan titik berkumpul jika terpisah.
- Saat Gempa (Di dalam Ruangan):
- Menunduk, Berlindung, Berpegangan (Duck, Cover, Hold On). Segera menunduk, cari perlindungan di bawah meja atau perabot kokoh, dan berpegangan sampai guncangan berhenti.
- Jauhi jendela, cermin, lemari tinggi, dan benda-benda yang bisa jatuh.
- Jika di tempat tidur, tetap di sana dan lindungi kepala dengan bantal, kecuali jika ada benda berat yang bisa jatuh ke tempat tidur.
- Jangan lari keluar saat guncangan terjadi, risiko tertimpa puing lebih tinggi.
- Saat Gempa (Di Luar Ruangan):
- Cari tempat terbuka, jauhi bangunan tinggi, pohon, tiang listrik, dan papan reklame yang bisa roboh.
- Jika di dalam kendaraan, menepi di tempat terbuka dan tetap di dalam kendaraan sampai guncangan berhenti.
Penting juga adanya pembangunan infrastruktur yang tahan gempa dan edukasi publik yang terus-menerus tentang cara menghadapi gempa. Memahami mengapa gempa tektonik terjadi adalah langkah awal yang baik untuk bisa bersiap menghadapinya.
Gempa Tektonik Versus Gempa Lain¶
Supaya lebih jelas, perlu diingat gempa bumi tektonik itu beda dengan jenis gempa lain, meskipun kadang dampaknya mirip:
- Gempa Vulkanik: Disebabkan oleh pergerakan magma di dalam gunung berapi. Biasanya lokal dan kekuatannya lebih kecil dari gempa tektonik, seringkali menjadi tanda-tanda gunung akan meletus.
- Gempa Runtuhan (Collapse Earthquake): Terjadi akibat runtuhnya gua, terowongan bawah tanah, atau tambang. Sangat lokal dan dangkal.
- Gempa Ledakan (Explosion Earthquake): Disebabkan oleh ledakan buatan manusia, seperti uji coba senjata nuklir atau peledakan besar.
Jelas, gempa tektonik adalah jenis gempa yang paling dominan dalam hal frekuensi kejadian maupun potensi dampaknya di tingkat regional hingga global. Ini karena pendorongnya adalah kekuatan geologis raksasa dari pergerakan lempeng bumi itu sendiri.
Memahami apa itu gempa bumi tektonik, bagaimana prosesnya, dan di mana ia sering terjadi membantu kita menyadari bahwa hidup di planet yang dinamis seperti Bumi berarti hidup berdampingan dengan fenomena alam yang kuat ini. Alih-alih takut berlebihan, pengetahuan harusnya mendorong kita untuk lebih bijak dan siap dalam menghadapinya.
Jadi, itulah sekilas tentang gempa bumi tektonik. Sebuah fenomena alam dahsyat yang berasal dari “denyut” kehidupan planet kita. Punya pengalaman atau pertanyaan seputar gempa bumi? Yuk, bagikan di kolom komentar di bawah!
Posting Komentar