Variable Costing: Kupas Tuntas, Contoh & Kenapa Penting Buat Bisnismu!
Variable costing, atau sering juga disebut direct costing, adalah metode akuntansi biaya yang memfokuskan pada biaya variabel dalam perhitungan harga pokok produksi. Gampangnya, dalam metode ini, cuma biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan volume produksi aja yang dihitung sebagai biaya produk. Biaya-biaya yang tetap alias fixed, kayak biaya sewa pabrik atau gaji supervisor, dianggap sebagai biaya periode dan langsung dibebankan ke laporan laba rugi periode tersebut. Bingung? Tenang, kita bahas lebih dalam!
Memahami Konsep Dasar Variable Costing¶
Inti dari variable costing adalah memisahkan biaya berdasarkan perilaku biaya, yaitu apakah biaya tersebut variabel atau tetap. Biaya variabel adalah biaya yang totalnya berubah secara proporsional dengan perubahan tingkat aktivitas atau volume produksi. Contohnya ya biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead variabel kayak listrik dan bahan bakar mesin produksi. Makin banyak produk yang kamu buat, makin besar juga total biaya variabelnya.
Sebaliknya, biaya tetap adalah biaya yang totalnya tetap sama, nggak peduli berapa banyak produk yang kamu produksi dalam rentang waktu tertentu. Contohnya biaya sewa gedung pabrik, gaji manajer pabrik, atau biaya depresiasi mesin. Biaya-biaya ini tetap harus kamu bayar, meskipun pabrik lagi nggak produksi sama sekali.
Dalam variable costing, hanya biaya variabel inilah yang dianggap sebagai biaya produk atau biaya inventaris. Biaya tetap, seperti biaya overhead tetap, tidak dimasukkan ke dalam harga pokok produksi. Biaya tetap ini diperlakukan sebagai biaya periode dan langsung dibebankan sebagai beban dalam laporan laba rugi periode terjadinya. Jadi, kalau kamu bikin laporan laba rugi pakai variable costing, biaya tetap ini akan muncul di bagian bawah, setelah laba kotor variabel.
Komponen Biaya dalam Variable Costing¶
Biaya Bahan Baku Langsung (Direct Materials)¶
Ini adalah biaya bahan-bahan yang langsung dipakai dalam proses produksi dan jadi bagian integral dari produk jadi. Contohnya, kalau kamu bikin meja kayu, ya kayu, paku, lem, dan vernisnya itu adalah bahan baku langsung. Biaya bahan baku langsung ini jelas variabel, karena makin banyak meja yang kamu bikin, makin banyak juga kayu yang kamu butuhkan.
Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor)¶
Ini adalah biaya gaji atau upah yang dibayarkan ke pekerja yang langsung terlibat dalam proses produksi. Misalnya, tukang kayu yang merakit meja, operator mesin jahit di pabrik garmen, atau perakit elektronik di pabrik komputer. Biaya tenaga kerja langsung ini juga umumnya dianggap variabel, terutama kalau pekerja dibayar per jam atau per unit produk yang dihasilkan. Makin banyak produk dibuat, makin banyak jam kerja yang dibutuhkan, dan makin besar total biaya tenaga kerja langsungnya.
Biaya Overhead Variabel (Variable Overhead)¶
Nah, ini agak sedikit lebih luas. Biaya overhead variabel adalah semua biaya produksi selain bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung yang sifatnya variabel. Contohnya, biaya bahan bakar untuk mesin produksi, biaya listrik pabrik (bagian yang dipakai untuk produksi), biaya perlengkapan pabrik (misalnya amplas, kuas, atau oli mesin), dan biaya packaging produk. Biaya-biaya ini, meskipun nggak selangsung bahan baku dan tenaga kerja, tetep berubah seiring perubahan volume produksi.
Biaya Overhead Tetap (Fixed Overhead) - Tidak Termasuk!¶
Penting banget diingat, biaya overhead tetap itu nggak masuk dalam perhitungan harga pokok produksi di variable costing. Biaya overhead tetap itu contohnya biaya sewa pabrik, biaya depresiasi mesin (metode garis lurus), gaji supervisor pabrik, asuransi pabrik, dan pajak bumi dan bangunan pabrik. Biaya-biaya ini tetap sama totalnya, meskipun volume produksi naik atau turun. Dalam variable costing, biaya overhead tetap ini diperlakukan sebagai biaya periode dan langsung dibebankan ke laporan laba rugi periode terjadinya.
Kelebihan dan Kekurangan Variable Costing¶
Setiap metode akuntansi pasti punya sisi baik dan sisi buruknya, termasuk variable costing. Kita bahas yuk kelebihan dan kekurangannya biar kamu makin paham!
Kelebihan Variable Costing¶
-
Informasi yang Lebih Baik untuk Pengambilan Keputusan Jangka Pendek: Variable costing lebih fokus pada biaya variabel, yang mana biaya variabel ini adalah biaya yang paling relevan untuk pengambilan keputusan jangka pendek. Misalnya, keputusan untuk menerima pesanan khusus dengan harga jual tertentu, keputusan untuk menghentikan produksi produk tertentu, atau keputusan untuk membuat sendiri atau membeli komponen dari luar. Dengan memisahkan biaya variabel dan tetap, manajer bisa lebih mudah menganalisis hubungan antara biaya, volume, dan laba (Cost-Volume-Profit - CVP).
-
Lebih Mudah Dipahami dan Diimplementasikan: Konsep variable costing lebih sederhana dibandingkan metode absorption costing (yang akan kita bahas nanti). Cuma biaya variabel yang dihitung sebagai biaya produk, jadi perhitungannya lebih gampang dan nggak terlalu rumit. Ini bikin variable costing lebih mudah dipahami oleh manajemen dan karyawan, serta lebih mudah diimplementasikan dalam sistem akuntansi perusahaan.
-
Cocok untuk Analisis Cost-Volume-Profit (CVP): Seperti yang udah disebutin tadi, variable costing sangat cocok untuk analisis CVP. Analisis CVP ini penting banget buat perencanaan laba, penentuan harga jual, dan pengambilan keputusan operasional jangka pendek. Dengan variable costing, kita bisa dengan mudah menghitung margin kontribusi (selisih antara pendapatan penjualan dan biaya variabel), yang merupakan kunci dalam analisis CVP.
-
Menghindari Distorsi Laba Akibat Perubahan Tingkat Persediaan: Dalam absorption costing, biaya overhead tetap dialokasikan ke setiap unit produk dan masuk ke persediaan. Akibatnya, kalau tingkat persediaan naik (produksi lebih banyak dari penjualan), sebagian biaya overhead tetap akan terperangkap di persediaan dan menunda pembebanan biaya ke periode berikutnya. Ini bisa bikin laba periode sekarang jadi kelihatan lebih tinggi, padahal sebenernya nggak ada peningkatan kinerja operasional. Variable costing menghindari distorsi laba kayak gini, karena biaya overhead tetap langsung dibebankan sebagai biaya periode, nggak peduli tingkat persediaan naik atau turun. Jadi, laba yang dilaporkan di variable costing lebih mencerminkan kinerja operasional yang sebenarnya.
Kekurangan Variable Costing¶
-
Tidak Sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (GAAP) untuk Pelaporan Eksternal: Standar akuntansi keuangan (GAAP) umumnya mewajibkan perusahaan menggunakan absorption costing untuk pelaporan keuangan eksternal, seperti laporan keuangan yang dipublikasikan ke investor dan kreditor. Variable costing tidak diakui sebagai metode yang sesuai dengan GAAP untuk tujuan pelaporan eksternal. Jadi, kalau perusahaan kamu harus bikin laporan keuangan sesuai GAAP, kamu nggak bisa cuma pakai variable costing. Kamu tetep harus pakai absorption costing untuk laporan eksternal, meskipun kamu bisa pakai variable costing untuk keperluan internal manajemen.
-
Mungkin Tidak Cocok untuk Perusahaan dengan Biaya Tetap yang Signifikan: Kalau perusahaan kamu punya proporsi biaya tetap yang sangat besar dibandingkan biaya variabel, variable costing mungkin kurang representatif dalam menggambarkan total biaya produksi. Karena biaya tetap nggak dimasukkan ke harga pokok produksi, laporan laba rugi variable costing bisa jadi kurang informatif tentang total biaya yang harus ditanggung perusahaan untuk menghasilkan produk. Dalam kasus ini, absorption costing mungkin lebih cocok karena memasukkan semua biaya produksi (baik variabel maupun tetap) ke harga pokok produksi.
-
Bisa Memberikan Gambaran yang Kurang Lengkap tentang Total Biaya Produksi: Karena hanya biaya variabel yang dianggap sebagai biaya produk, variable costing mungkin memberikan gambaran yang kurang lengkap tentang total biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu produk. Ini bisa jadi masalah kalau manajemen terlalu fokus sama biaya variabel aja dan mengabaikan biaya tetap. Padahal, biaya tetap juga tetep harus dibayar dan penting untuk kelangsungan hidup perusahaan jangka panjang.
Contoh Penerapan Variable Costing¶
Biar lebih kebayang, kita lihat contoh sederhana yuk!
Contoh:
PT Maju Jaya memproduksi meja kayu. Data biaya produksi per unit meja adalah sebagai berikut:
- Bahan baku langsung: Rp 100.000
- Tenaga kerja langsung: Rp 50.000
- Overhead variabel: Rp 20.000
- Overhead tetap per bulan: Rp 5.000.000 (total, tidak peduli berapa meja diproduksi)
Misalkan bulan ini PT Maju Jaya memproduksi 100 meja.
Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Variable Costing:
Harga pokok produksi per unit (variable costing) = Biaya bahan baku langsung + Biaya tenaga kerja langsung + Biaya overhead variabel
= Rp 100.000 + Rp 50.000 + Rp 20.000
= Rp 170.000 per meja
Biaya overhead tetap sebesar Rp 5.000.000 per bulan tidak dimasukkan ke dalam harga pokok produksi per unit. Biaya ini akan langsung dibebankan sebagai biaya periode dalam laporan laba rugi bulan ini.
Perbandingan dengan Absorption Costing:
Kalau pakai absorption costing, biaya overhead tetap juga akan dialokasikan ke setiap unit produk. Misalkan overhead tetap dialokasikan berdasarkan unit produksi. Kalau produksi 100 meja, maka overhead tetap per unit adalah Rp 5.000.000 / 100 meja = Rp 50.000 per meja.
Harga pokok produksi per unit (absorption costing) = Biaya bahan baku langsung + Biaya tenaga kerja langsung + Biaya overhead variabel + Biaya overhead tetap
= Rp 100.000 + Rp 50.000 + Rp 20.000 + Rp 50.000
= Rp 220.000 per meja
Perbedaan Kunci:
Perbedaan utama ada di perlakuan biaya overhead tetap. Variable costing nggak masukin biaya overhead tetap ke harga pokok produksi, sedangkan absorption costing masukin. Ini bikin harga pokok produksi per unit di variable costing lebih rendah daripada di absorption costing.
Perbedaan Variable Costing dan Absorption Costing (Full Costing)¶
Nah, biar makin jelas perbedaannya, kita bikin tabel perbandingan aja ya:
Fitur | Variable Costing (Direct Costing) | Absorption Costing (Full Costing) |
---|---|---|
Biaya Produk | Hanya biaya variabel (bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, overhead variabel) | Semua biaya produksi (variabel dan tetap) |
Biaya Periode | Biaya overhead tetap | Biaya non-produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi) |
Perlakuan Overhead Tetap | Dibebankan langsung sebagai biaya periode | Dialokasikan ke produk dan masuk ke persediaan |
Format Laporan Laba Rugi | Format Margin Kontribusi | Format Laba Kotor |
Tujuan Utama | Pengambilan keputusan internal manajemen, analisis CVP | Pelaporan keuangan eksternal sesuai GAAP |
Pengaruh Tingkat Persediaan terhadap Laba | Laba tidak dipengaruhi perubahan tingkat persediaan | Laba bisa dipengaruhi perubahan tingkat persediaan |
Sesuai GAAP untuk Laporan Eksternal | Tidak sesuai | Sesuai |
Format Laporan Laba Rugi:
-
Variable Costing: Laporan laba rugi variable costing menggunakan format margin kontribusi. Dimulai dari pendapatan penjualan, dikurangi biaya variabel (biaya produk variabel dan biaya pemasaran variabel), dapatlah margin kontribusi. Margin kontribusi ini menunjukkan berapa banyak uang yang tersisa untuk menutupi biaya tetap dan menghasilkan laba. Selanjutnya, margin kontribusi dikurangi biaya tetap (overhead tetap dan biaya tetap lainnya), barulah dapat laba bersih.
-
Absorption Costing: Laporan laba rugi absorption costing menggunakan format laba kotor. Dimulai dari pendapatan penjualan, dikurangi harga pokok penjualan (yang mencakup biaya variabel dan overhead tetap), dapatlah laba kotor. Laba kotor ini menunjukkan selisih antara pendapatan penjualan dan biaya produksi. Selanjutnya, laba kotor dikurangi biaya operasional (biaya pemasaran, biaya administrasi, dll.), barulah dapat laba bersih.
Kapan Variable Costing Tepat Digunakan?¶
Variable costing paling cocok digunakan untuk keperluan manajemen internal dan pengambilan keputusan jangka pendek. Beberapa situasi di mana variable costing sangat berguna:
-
Pengambilan Keputusan Jangka Pendek: Seperti yang udah dibahas sebelumnya, variable costing memberikan informasi yang lebih relevan untuk keputusan jangka pendek, misalnya:
- Menerima atau menolak pesanan khusus: Kalau ada pesanan khusus dengan harga jual di bawah harga jual normal, variable costing bisa bantu manajemen memutuskan apakah pesanan itu menguntungkan atau nggak. Fokusnya adalah pada apakah pendapatan dari pesanan khusus itu bisa menutupi biaya variabel tambahan yang timbul.
- Menghentikan atau melanjutkan produksi produk tertentu: Kalau produk tertentu terus-terusan rugi, variable costing bisa bantu manajemen memutuskan apakah produk itu sebaiknya dihentikan produksinya atau nggak. Fokusnya adalah pada apakah margin kontribusi produk itu positif atau negatif.
- Membuat sendiri atau membeli komponen dari luar (make or buy decision): Variable costing bisa bantu manajemen membandingkan biaya membuat sendiri komponen dengan biaya membeli dari luar. Fokusnya adalah pada perbandingan biaya variabel relevan dalam kedua opsi tersebut.
-
Analisis Profitabilitas Produk atau Lini Produk: Variable costing memudahkan analisis profitabilitas masing-masing produk atau lini produk. Dengan format margin kontribusi, manajemen bisa lihat produk mana yang memberikan kontribusi margin paling besar dan produk mana yang kurang menguntungkan. Informasi ini penting untuk pengambilan keputusan strategis terkait produk, misalnya produk mana yang perlu dipromosikan lebih gencar, produk mana yang perlu diperbaiki, atau produk mana yang perlu dihentikan.
-
Penganggaran dan Perencanaan: Variable costing sangat membantu dalam penyusunan anggaran fleksibel. Anggaran fleksibel adalah anggaran yang disesuaikan dengan tingkat aktivitas aktual. Dengan memisahkan biaya variabel dan tetap, anggaran fleksibel jadi lebih mudah dibuat dan lebih akurat dalam memprediksi biaya pada berbagai tingkat aktivitas. Selain itu, variable costing juga berguna dalam perencanaan laba jangka pendek dan jangka panjang.
Tips Menggunakan Variable Costing Secara Efektif¶
-
Pahami Struktur Biaya Perusahaan: Sebelum menerapkan variable costing, penting banget untuk memahami struktur biaya perusahaan. Identifikasi mana biaya yang variabel dan mana biaya yang tetap. Klasifikasi biaya ini harus dilakukan dengan cermat dan akurat, karena kesalahan klasifikasi bisa bikin informasi yang dihasilkan variable costing jadi nggak valid.
-
Gunakan Variable Costing Bersamaan dengan Metode Lain (Misalnya, Absorption Costing untuk Pelaporan Eksternal): Ingat, variable costing nggak sesuai GAAP untuk pelaporan eksternal. Jadi, untuk laporan keuangan yang dipublikasikan ke pihak luar, kamu tetep harus pakai absorption costing. Tapi, kamu bisa gunakan variable costing secara internal untuk keperluan manajemen dan pengambilan keputusan. Jadi, dua metode ini bisa dipakai berdampingan, saling melengkapi.
-
Pastikan Data Biaya Variabel dan Tetap Akurat: Keakuratan informasi yang dihasilkan variable costing sangat bergantung pada keakuratan data biaya variabel dan tetap. Pastikan sistem akuntansi perusahaan kamu mampu mencatat dan mengklasifikasikan biaya dengan benar. Lakukan review dan update secara berkala terhadap klasifikasi biaya, karena perilaku biaya bisa berubah seiring waktu dan perubahan kondisi bisnis.
Kesimpulan¶
Variable costing adalah metode akuntansi biaya yang fokus pada biaya variabel dalam perhitungan harga pokok produksi. Metode ini punya banyak kelebihan untuk keperluan manajemen internal dan pengambilan keputusan jangka pendek, terutama dalam analisis CVP dan pengambilan keputusan operasional. Meskipun nggak sesuai GAAP untuk pelaporan eksternal, variable costing tetep jadi alat yang sangat berguna bagi manajemen untuk memahami struktur biaya, menganalisis profitabilitas, dan merencanakan laba. Dengan memahami konsep dan penerapan variable costing, kamu bisa bikin keputusan bisnis yang lebih cerdas dan efektif!
Gimana? Udah lebih paham kan tentang variable costing? Kalau masih ada pertanyaan atau mau diskusi lebih lanjut, jangan ragu tulis di kolom komentar ya!
Posting Komentar