Mengenal Fi'il Amar: Perintah dalam Bahasa Arab yang Wajib Kamu Tahu
Bahasa Arab itu unik dan kaya banget, salah satunya terlihat dari jenis-jenis kata kerjanya. Ada kata kerja untuk masa lampau (Fi’il Madhi), masa sekarang atau masa depan (Fi’il Mudhari’), dan ada juga kata kerja untuk menyatakan perintah. Nah, yang terakhir ini namanya Fi’il Amar.
Apa Itu Fi’il Amar?¶
Secara bahasa, fi’il artinya kata kerja, sedangkan amar artinya perintah. Jadi, Fi’il Amar adalah kata kerja yang digunakan untuk menyatakan perintah atau permintaan kepada orang kedua (baik tunggal, ganda, maupun jamak). Fungsinya jelas, yaitu meminta seseorang untuk melakukan suatu tindakan.
Fi’il Amar ini punya ciri khas yang membedakannya dari jenis fi’il lainnya. Perintah ini biasanya ditujukan langsung kepada lawan bicara, sehingga subjeknya adalah mukhatab (orang yang diajak bicara). Bentuk kata kerjanya pun mengalami perubahan khusus dari bentuk asalnya.
Dalam percakapan sehari-hari maupun dalam teks-teks keagamaan seperti Al-Qur’an dan Hadits, Fi’il Amar sering banget muncul. Memahami Fi’il Amar penting banget biar kita bisa mengerti maksud dari perintah atau ajakan yang disampaikan.
Fungsi dan Makna Fi’il Amar¶
Fungsi utama Fi’il Amar tentu saja untuk memberi perintah. Tapi, maknanya bisa bervariasi tergantung konteks kalimat dan siapa yang memberi perintah.
Misalnya, perintah dari Allah SWT kepada hamba-Nya itu menunjukkan kewajiban atau anjuran. Contohnya perintah salat: أَقِيمُوا الصَّلَاةَ (aqīmūṣ-ṣalāh - dirikanlah salat). Ini adalah perintah wajib.
Kalau perintah datang dari atasan ke bawahan, itu bisa jadi instruksi. Dari orang tua ke anak, bisa jadi nasihat atau suruhan. Antar teman, bisa jadi ajakan atau permintaan tolong yang lebih casual. Intinya, bentuknya sama-sama Fi’il Amar, tapi kekuatan dan nuansa maknanya bisa beda.
Selain untuk perintah murni, Fi’il Amar kadang juga bisa punya makna lain seperti:
* Doa: Contoh: رَبِّ اغْفِرْ لِي (rabbi ghfir lī - Ya Tuhanku, ampunilah aku). Bentuk ighfir ini Fi’il Amar, tapi ditujukan kepada Allah, jadi maknanya doa.
* Permohonan: Seperti saat kita meminta tolong dengan sopan.
* Anjuran atau Nasihat.
Jadi, jangan kaget kalau Fi’il Amar punya “rasa” yang berbeda-beda tergantung situasi dan siapa yang bicara.
Ciri-Ciri Fi’il Amar¶
Gimana sih cara mengenali Fi’il Amar? Ada beberapa tanda khusus yang bisa kita perhatikan:
- Menunjukkan Perintah atau Permohonan: Ini ciri paling mendasar. Maknanya adalah meminta orang kedua untuk berbuat.
- Subjeknya Adalah Orang Kedua (Mukhatab): Fi’il Amar hanya bisa ditujukan kepada dhamir (kata ganti) أنتَ (anta), أنتِ (anti), أنتما (antumā), أنتم (antum), dan أنتنَّ (antunna). Nggak ada Fi’il Amar untuk ana, nahnu, huwa, hiya, humā, hum, atau hunna.
- Biasanya Dimulai dengan Hamzatul Wasl: Kalau fi’il mudhari’ asalnya berawalan huruf selain Ya’ (ي) atau Ta’ (ت) yang dibuang saat pembentukan, maka Fi’il Amar-nya akan diawali dengan Alif berharakat hamzatul wasl. Harakat hamzatul wasl ini bisa kasrah atau dhammah, tergantung harakat huruf ketiga pada fi’il mudhari’ asalnya.
- Harakat Akhir yang Khas: Fi’il Amar itu mabni (tetap, tidak berubah harakat akhirnya) dan ciri mabni-nya bisa dengan:
- Sukun (سكون) untuk dhamir anta (kalau fi’il-nya shahih akhir) dan antunna.
- Hadzfu Nun (حذف النون - membuang huruf Nun) untuk dhamir antumā, antum, dan anti (karena asalnya termasuk Af’alul Khamsah).
- Hadzfu Harfil ‘Illah (حذف حرف العلة - membuang huruf illat) untuk dhamir anta kalau fi’il mudhari’ asalnya berakhiran huruf illat (Alif, Wawu, Ya’).
Memang agak teknis ya, tapi ciri-ciri ini penting banget buat identifikasi dan pembentukan Fi’il Amar yang benar.
Cara Membentuk Fi’il Amar¶
Nah, ini bagian yang butuh perhatian ekstra. Fi’il Amar itu dibentuk dari Fi’il Mudhari’. Jadi, kita nggak bisa langsung bikin Fi’il Amar tanpa tahu bentuk mudhari’nya dulu. Langkah-langkah umumnya gini:
- Ambil Fi’il Mudhari’ untuk dhamir anta (bentuk paling dasar untuk orang kedua tunggal laki-laki).
- Buang huruf mudhara’ah (huruf awal Ya’, Ta’, Nun, atau Alif). Karena kita ambil dari anta, huruf yang dibuang adalah Ta’ (ت).
- Perhatikan huruf setelah huruf mudhara’ah yang dibuang.
- Kalau huruf itu sukun, tambahkan Hamzatul Wasl di depannya.
- Kalau huruf itu berharakat, nggak perlu Hamzatul Wasl. (Ini jarang terjadi, biasanya huruf setelah ta’ mudhara’ah itu sukun).
- Tentukan harakat Hamzatul Wasl (jika ada):
- Kalau huruf ketiga pada Fi’il Mudhari’ asalnya berharakat dhammah, maka Hamzatul Wasl juga berharakat dhammah.
- Kalau huruf ketiga pada Fi’il Mudhari’ asalnya berharakat fathah atau kasrah, maka Hamzatul Wasl berharakat kasrah.
- Ubah harakat akhir Fi’il Mudhari’ sesuai dengan ciri mabni Fi’il Amar:
- Untuk dhamir anta (yang shahih akhir), harakat akhirnya jadi sukun.
- Untuk dhamir antumā, antum, dan anti (Af’alul Khamsah), buang Nun-nya.
- Untuk dhamir anta (yang mu’tal akhir), buang huruf illat-nya.
- Untuk dhamir antunna, harakat akhirnya sukun dan Nun niswah-nya tetap ada.
Agak pusing? Wajar. Yuk kita lihat contoh per kasus.
Pembentukan dari Fi’il Mudhari’ Shahih Akhir¶
Ini kasus paling umum. Fi’il Mudhari’ yang huruf terakhirnya bukan huruf illat (Alif, Wawu, Ya’).
Contoh: يَدْرُسُ (yadrusu) - dia belajar. Bentuk untuk anta adalah تَدْرُسُ (tadrusu).
- Ambil tadrusu (تَدْرُسُ).
- Buang Ta’ (ت): دْرُسُ (drusu). Huruf dal (د) sekarang sukun.
- Karena huruf kedua (dal) sukun, tambahkan Hamzatul Wasl: اِدْرُسُ (idrusu).
- Lihat huruf ketiga pada tadrusu, yaitu ra’ (ر). Harakatnya dhammah (ـُ). Berarti Hamzatul Wasl berharakat dhammah: اُدْرُسُ (udrusu).
- Ubah harakat akhir untuk dhamir anta. Akhiran asli tadrusu adalah dhammah. Untuk Fi’il Amar anta shahih akhir, akhirnya sukun. Jadi, اُدْرُسْ (udrus) - belajarlah!
Sekarang kita bentuk untuk semua dhamir mukhatab:
Dhamir | Fi’il Mudhari’ (Mukhatab) | Proses Pembentukan & Ciri Mabni | Fi’il Amar | Arti |
---|---|---|---|---|
أنتَ (anta) | تَدْرُسُ (tadrusu) | Buang ت, tambah همزة وصل (ُ), sukun akhir | اُدْرُسْ (udrus) | Belajarlah (lk, tunggal) |
أنتِ (anti) | تَدْرُسِينَ (tadrusīna) | Buang ت, tambah همزة وصل (ُ), buang ن | اُدْرُسِي (udrusī) | Belajarlah (pr, tunggal) |
أنتما (antumā) | تَدْرُسَانِ (tadrusāni) | Buang ت, tambah همزة وصل (ُ), buang ن | اُدْرُسَا (udrusā) | Belajarlah (lk/pr, ganda) |
أنتم (antum) | تَدْرُسُونَ (tadrusūna) | Buang ت, tambah همزة وصل (ُ), buang ن | اُدْرُسُوا (udrusū) | Belajarlah (lk, jamak) |
أنتنَّ (antunna) | تَدْرُسْنَ (tadrusna) | Buang ت, tambah همزة وصل (ُ), sukun akhir (Nun niswah tetap) | اُدْرُسْنَ (udrusna) | Belajarlah (pr, jamak) |
Lihat polanya? Untuk yang Af’alul Khamsah (anti, antumā, antum), ciri mabni-nya adalah hadzfu nun (membuang nun di akhir). Untuk anta dan antunna, ciri mabni-nya adalah sukun.
Contoh lain: يَكْتُبُ (yaktubu) - dia menulis. Bentuk anta: تَّكْتُبُ (taktubu).
Amar-nya: اُكْتُبْ (uktub) - tulislah!
Untuk anti: اُكْتُبِي (uktubī)
Untuk antumā: اُكْتُبَا (uktubā)
Untuk antum: اُكْتُبُوا (uktubū)
Untuk antunna: اُكْتُبْنَ (uktubna)
Huruf ketiga di taktubu adalah ta’ (ت) yang berharakat dhammah. Makanya Hamzatul Wasl-nya dhammah (ُ).
Contoh lagi: يَجْلِسُ (yajlisu) - dia duduk. Bentuk anta: تَجْلِسُ (tajlisu).
Huruf ketiga pada tajlisu adalah lam (ل) yang berharakat kasrah (ـِ). Makanya Hamzatul Wasl-nya kasrah (ِ).
Amar-nya: اِجْلِسْ (ijlis) - duduklah!
Untuk anti: اِجْلِسِي (ijlisī)
dst…
Contoh lagi: يَفْتَحُ (yaftahu) - dia membuka. Bentuk anta: تَفْتَحُ (taftahu).
Huruf ketiga pada taftahu adalah fa’ (ف) yang berharakat fathah (ـَ). Makanya Hamzatul Wasl-nya kasrah (ِ).
Amar-nya: اِفْتَحْ (iftah) - bukalah!
Untuk anti: اِفْتَحِي (iftahī)
dst…
Jadi, harakat Hamzatul Wasl hanya dhammah kalau huruf ketiga Fi’il Mudhari’ asalnya dhammah. Kalau fathah atau kasrah, Hamzatul Wasl-nya kasrah.
Ada satu pengecualian kecil untuk Hamzatul Wasl ini, yaitu untuk fi’il yang Fi’il Madhi-nya cuma 3 huruf (mujarrad tsulatsi) dengan wazan فَعَلَ - يَفْعُلُ atau فَعِلَ - يَفْعَلُ yang jarang digunakan. Tapi fokus ke yang umum dulu ya.
Pembentukan dari Fi’il Mudhari’ Mu’tal Akhir¶
Ini untuk fi’il yang huruf terakhirnya adalah huruf illat (Alif, Wawu, atau Ya’). Saat dibentuk Fi’il Amar untuk dhamir anta, huruf illat ini dibuang (hadzfu harfil ‘illah).
Contoh: يَدْعُو (yad’ū) - dia berdoa/memanggil. Bentuk anta: تَدْعُو (tad’ū). Huruf illat terakhir adalah Wawu (و).
- Ambil tad’ū (تَدْعُو).
- Buang Ta’ (ت): دْعُو (d’ū). Huruf dal (د) sekarang sukun.
- Karena huruf kedua (dal) sukun, tambahkan Hamzatul Wasl: اِدْعُو (id’ū).
- Huruf ketiga pada tad’ū adalah ‘ain (ع) yang berharakat dhammah (ـُ). Hamzatul Wasl berharakat dhammah: اُدْعُو (ud’ū).
- Untuk dhamir anta mu’tal akhir, buang huruf illatnya (Wawu). Akhirnya menjadi ‘ain yang berharakat dhammah (sebagai pengganti Wawu yang dibuang). Bentuk akhirnya: اُدْعُ (ud’u) - berdoalah!/panggillah!
Contuk lain: يَرْمِي (yarmī) - dia melempar. Bentuk anta: تَرْمِي (tarmī). Huruf illat terakhir adalah Ya’ (ي).
- Ambil tarmī (تَرْمِي).
- Buang Ta’ (ت): رْمِي (rmī). Huruf ra’ (ر) sukun.
- Tambah Hamzatul Wasl: اِرْمِي (irmī).
- Huruf ketiga pada tarmī adalah mim (م) yang berharakat kasrah (ـِ). Hamzatul Wasl berharakat kasrah: اِرْمِي (irmī).
- Untuk dhamir anta mu’tal akhir, buang huruf illatnya (Ya’). Akhirnya menjadi mim yang berharakat kasrah (sebagai pengganti Ya’ yang dibuang). Bentuk akhirnya: اِرْمِ (irmi) - lemparlah!
Contoh lagi: يَخْشَى (yakhsyā) - dia takut. Bentuk anta: تَخْشَى (takhsyā). Huruf illat terakhir adalah Alif (ى/ا).
- Ambil takhsyā (تَخْشَى).
- Buang Ta’ (ت): خْشَى (khsyā). Huruf kha’ (خ) sukun.
- Tambah Hamzatul Wasl: اِخْشَى (ikhsyā).
- Huruf ketiga pada takhsyā adalah syin (ش) yang berharakat fathah (ـَ). Hamzatul Wasl berharakat kasrah: اِخْشَى (ikhsyā).
- Untuk dhamir anta mu’tal akhir, buang huruf illatnya (Alif). Akhirnya menjadi syin yang berharakat fathah (sebagai pengganti Alif yang dibuang). Bentuk akhirnya: اِخْشَ (ikhsya) - takutlah! (biasanya dalam konteks takut kepada Allah)
Bagaimana dengan dhamir lainnya?
Untuk antumā, antum, anti (yang asalnya Af’alul Khamsah), huruf illatnya tetap ada, tapi Nun-nya dibuang.
Untuk antunna, huruf illatnya tetap ada, dan Nun niswah juga tetap ada, harakat akhirnya sukun.
Yuk kita lihat tabelnya (menggunakan يَسْعَى - yas’ā - dia berusaha, bentuk anta: تَسْعَى - tas’ā):
Dhamir | Fi’il Mudhari’ (Mukhatab) | Proses Pembentukan & Ciri Mabni | Fi’il Amar | Arti |
---|---|---|---|---|
أنتَ (anta) | تَسْعَى (tas’ā) | Buang ت, tambah همزة وصل (ِ), buang حرف العلة (ي) | اِسْعَ (is’a) | Berusahalah (lk, tunggal) |
أنتِ (anti) | تَسْعَيْنَ (tas’ayna) | Buang ت, tambah همزة وصل (ِ), buang ن | اِسْعَيْ (is’ay) | Berusahalah (pr, tunggal) |
أنتما (antumā) | تَسْعَيَانِ (tas’ayāni) | Buang ت, tambah همزة وصل (ِ), buang ن | اِسْعَيَا (is’ayā) | Berusahalah (lk/pr, ganda) |
أنتم (antum) | تَسْعَوْنَ (tas’awna) | Buang ت, tambah همزة وصل (ِ), buang ن | اِسْعَوْا (is’aw) | Berusahalah (lk, jamak) |
أنتنَّ (antunna) | تَسْعَيْنَ (tas’ayna) | Buang ت, tambah همزة وصل (ِ), sukun akhir (Nun niswah tetap) | اِسْعَيْنَ (is’ayna) | Berusahalah (pr, jamak) |
Perhatikan contoh يَسْعَى (yas’ā) ini. Meskipun asalnya berakhiran Alif Layyinah (ى), saat dihubungkan dengan anti, antumā, antum, Alif ini berubah jadi Ya’ (ي) atau Wawu (و) sebelum Nun dibuang. Ini kaidah tashrif yang lebih mendalam lagi. Intinya, saat Fi’il Amar dibentuk, perubahan di akhir mudhari’ karena Af’alul Khamsah atau Nun Niswah tetap dipertahankan (Nun dibuang untuk Af’alul Khamsah, Nun Niswah tetap), tapi huruf illat akhir pada bentuk anta yang dibuang.
Pembentukan dari Af’alul Khamsah Asli¶
Ini untuk fi’il-fi’il yang bentuk anta-nya bukan Af’alul Khamsah, tapi bentuk anti, antumā, antum-nya adalah Af’alul Khamsah. Contohnya seperti يَفْعَلُ, يَكْتُبُ, يَجْلِسُ di atas. Bentuk anta adalah shahih akhir, tapi bentuk lainnya Af’alul Khamsah.
Gimana kalau Fi’il Mudhari’ asalnya memang sudah berbentuk Af’alul Khamsah untuk semua dhamir (kecuali ana, nahnu, huwa, hiya)? Contoh: يُصَلِّي (yuṣallī) - dia salat. Bentuk anta: تُصَلِّي (tuṣallī).
- Ambil tuṣallī (تُصَلِّي). Ini adalah bentuk mu’tal akhir (akhiran Ya’).
- Buang Ta’ (ت): صَلِّي (ṣallī). Huruf pertama setelah Ta’ (ص) berharakat fathah. Dalam kasus seperti ini (Fi’il Rubā’i atau lebih), Hamzatul Wasl tidak ditambahkan jika huruf kedua setelah Ta’ berharakat. Namun, fi’il seperti يُصَلِّي ini adalah fi’il mazid ruba’i (ada tambahan huruf), dan pembentukan amar-nya berbeda lagi dari fi’il mujarrad. Untuk fi’il mazid yang diawali Ta’ tambahan (seperti تَعَلَّمَ - يَتَعَلَّمُ), Ta’-nya langsung dibuang. Tapi untuk yuṣallī (dari أَفْعَلَ - يُفْعِلُ), Ta’ mudhara’ah dibuang, dan kalau huruf pertamanya sukun, ditambah Hamzatul Wasl berharakat kasrah. Di tuṣallī, setelah Ta’ adalah Shad (ص) yang berharakat. Jadi tidak perlu Hamzatul Wasl.
- Ubah harakat akhir sesuai ciri mabni:
- Untuk anta (mu’tal akhir): Buang huruf illatnya (Ya’). Akhirnya menjadi تُصَلِّ (tuṣalli) - salatlah!
- Untuk anti (Af’alul Khamsah): تَصَلِّينَ (tuṣallīna). Buang Nun. تُصَلِّي (tuṣallī).
- Untuk antumā (Af’alul Khamsah): تَصَلِّيَانِ (tuṣalliyāni). Buang Nun. تُصَلِّيَا (tuṣalliyā).
- Untuk antum (Af’alul Khamsah): تَصَلُّونَ (tuṣallūna). Buang Nun. تُصَلُّوا (tuṣallū).
- Untuk antunna (Nun Niswah): تَصَلِّينَ (tuṣallīna). Akhir sukun. تُصَلِّينَ (tuṣallīna). (Perhatikan tuṣallīna untuk anti dan antunna beda Nun-nya dan beda maknanya).
Kasus yuṣallī ini adalah contoh fi’il mazid. Kaidah pembentukan Fi’il Amar dari fi’il mazid agak berbeda detailnya, tapi prinsipnya tetap sama: buang huruf mudhara’ah, sesuaikan awal dan akhir sesuai ciri mabni untuk dhamir mukhatab.
Intinya, cara paling aman untuk membentuk Fi’il Amar adalah:
1. Temukan Fi’il Mudhari’ untuk dhamir anta.
2. Buang huruf mudhara’ah (ت).
3. Jika huruf setelahnya sukun, tambahkan Hamzatul Wasl. Harakatnya dhammah kalau huruf ketiga asli dhammah, kasrah kalau huruf ketiga asli fathah atau kasrah.
4. Ubahlah akhirannya: sukun untuk anta (shahih akhir) dan antunna, buang nun untuk anti, antumā, antum, buang huruf illat untuk anta (mu’tal akhir).
Subjek Fi’il Amar (Dhamir)¶
Seperti yang sudah disebutkan, Fi’il Amar itu khusus untuk orang kedua (mukhatab). Subjeknya (dhamir mustatir atau dhamir bariz) selalu merujuk pada lawan bicara.
- اُدْرُسْ (udrus): Subjeknya adalah dhamir mustatir (tersembunyi) yang ditaksirkan أنتَ (anta).
- اُدْرُسِي (udrusī): Subjeknya adalah Ya’ Mukhatabah (ي) yang terlihat di akhir. Itu dhamir bariz (terlihat) yang merujuk pada أنتِ (anti).
- اُدْرُسَا (udrusā): Subjeknya adalah Alif Tatsniyah (ا) di akhir, merujuk pada أنتما (antumā).
- اُدْرُسُوا (udrusū): Subjeknya adalah Wawu Jama’ah (و) di akhir, merujuk pada أنتم (antum).
- اُدْرُسْنَ (udrusna): Subjeknya adalah Nun Niswah (ن) di akhir, merujuk pada أنتنَّ (antunna).
Memahami subjek ini penting untuk mengetahui kepada siapa perintah itu ditujukan.
Contoh Penggunaan Fi’il Amar dalam Kalimat¶
Yuk, lihat beberapa contoh Fi’il Amar dalam kalimat biar lebih kebayang:
- يا أحمدُ، اِقْرَأْ هذا الكتابَ. (Yā Aḥmadu, iqra’ hādza al-kitāba.) - Wahai Ahmad, bacalah buku ini. (untuk anta)
- يا فاطمةُ، اِشْرَبِي اللبنَ. (Yā Fāṭimah, isyrabī al-labana.) - Wahai Fatimah, minumlah susu itu. (untuk anti)
- يا ولدانِ، اِجْلِسَا هنا. (Yā waladāni, ijlisā hunā.) - Wahai dua anak laki-laki, duduklah di sini. (untuk antumā)
- يا أيها الذين آمنوا، كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ. (Yā ayyuhallażīna āmanū, kūnū qawwāmīna bil-qisṭ.) - Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang menegakkan keadilan. (untuk antum, dari kata كَانَ - يَكُونُ - كُنْ/كُونُوا)
- يا بناتُ، اُكْتُبْنَ واجبَكُنَّ. (Yā banātu, uktubna wājibakunna.) - Wahai anak-anak perempuan, tulislah PR kalian. (untuk antunna)
- اُدْعُ اللهَ كثيرًا. (Ud’ullāha kaṡīran.) - Berdoalah kepada Allah dengan sungguh-sungguh. (untuk anta, dari دَعَا - يَدْعُو, mu’tal akhir)
- اِرْمِ الكرةَ. (Irmil kurah.) - Lemparlah bolanya. (untuk anta, dari رَمَى - يَرْمِي, mu’tal akhir)
Dari contoh-contoh ini, kita bisa lihat bagaimana bentuk Fi’il Amar berubah sesuai dengan jumlah dan jenis kelamin lawan bicara.
Pentingnya Memahami Fi’il Amar¶
Kenapa sih kita perlu repot-repot belajar Fi’il Amar? Terutama kalau kita sedang belajar Bahasa Arab untuk memahami Al-Qur’an dan Hadits, pemahaman tentang Fi’il Amar itu krusial.
Al-Qur’an dan Hadits banyak berisi perintah dan larangan dari Allah dan Rasul-Nya. Perintah ini sering kali disampaikan dalam bentuk Fi’il Amar. Kalau kita nggak paham Fi’il Amar, kita bisa salah mengerti makna ayat atau hadits tersebut. Misalnya, perintah salat, zakat, puasa, haji, berbakti pada orang tua, menuntut ilmu, semua itu sering menggunakan Fi’il Amar.
Dalam percakapan sehari-hari pun, Fi’il Amar dipakai untuk memberi instruksi, meminta tolong, atau mengajak. Jadi, biar komunikasi kita dalam Bahasa Arab lancar dan efektif, menguasai Fi’il Amar itu penting.
Tips Mempelajari Fi’il Amar¶
Mempelajari Fi’il Amar mungkin terasa menantang di awal karena banyak perubahan bentuknya. Tapi jangan khawatir, ada beberapa tips yang bisa membantu:
- Kuasai Dulu Fi’il Mudhari’: Karena Fi’il Amar dibentuk dari Fi’il Mudhari’, pastikan kamu sudah lancar dalam tashrif (perubahan bentuk) Fi’il Mudhari’ untuk semua dhamir, terutama yang mukhatab dan yang termasuk Af’alul Khamsah serta yang mu’tal akhir.
- Pahami Kaidah Pembentukannya Step-by-Step: Jangan buru-buru menghafal semua bentuk sekaligus. Pahami dulu kaidah umumnya (buang huruf mudhara’ah, tambahkan Hamzatul Wasl jika perlu, ubah akhiran). Lalu pelajari per kasus: shahih akhir, mu’tal akhir, Af’alul Khamsah.
- Banyak Latihan dan Contoh: Ambil daftar fi’il-fi’il yang sering dipakai, lalu latih diri kamu membentuk Fi’il Amar-nya untuk semua dhamir mukhatab. Cari contoh-contoh kalimat yang mengandung Fi’il Amar.
- Fokus pada yang Paling Sering Muncul: Ada beberapa Fi’il Amar yang sangat umum digunakan, seperti قُلْ (qul - katakanlah!), كُنْ (kun - jadilah!), ذَهَبَ - يَذْهَبُ - اِذْهَبْ (idzhab - pergilah!), أَكَلَ - يَأْكُلُ - كُلْ (kul - makanlah!). Hafalkan yang umum dulu, nanti akan lebih mudah mengenali polanya.
- Gunakan Tabel atau Mind Map: Buat ringkasan kaidah atau tabel perubahan bentuk untuk membantumu melihat pola dan menghafalnya.
- Praktekkan!: Coba gunakan Fi’il Amar saat berbicara atau menulis dalam Bahasa Arab (meskipun masih terbata-bata). Praktek membuat sempurna.
Belajar Bahasa Arab itu butuh kesabaran dan ketekunan. Jangan mudah menyerah kalau merasa kesulitan. Setiap konsep baru yang kamu kuasai akan membuka pemahamanmu terhadap teks dan komunikasi dalam Bahasa Arab.
Fakta Menarik tentang Fi’il Amar¶
- Tahukah kamu, Fi’il Amar itu selalu mabni (tetap)? Beda dengan Fi’il Mudhari’ yang bisa mu’rab (berubah harakat akhirnya) kalau kemasukan amil nashab atau jazm. Ciri mabni-nya inilah yang jadi penanda utamanya (sukun, hadzfu nun, hadzfu harfil illah).
- Fi’il Amar hanya punya 6 bentuk (untuk 6 dhamir mukhatab). Lebih sedikit dibanding Fi’il Madhi atau Mudhari’ yang punya 14 bentuk.
- Beberapa Fi’il Amar tidak diawali Hamzatul Wasl, yaitu Fi’il Amar dari Fi’il Tiga Huruf (Mujarrad Tsulatsi) yang wazan Fi’il Mudhari’-nya adalah يَفْعِلُ dengan Ain Fi’il berharakat kasrah, dan huruf setelah Ta’ mudhara’ah berharakat. Contohnya وَقَى - يَقِي - قِ (qi - jagalah!), وَفَى - يَفِي - فِ (fi - tepatilah!). Huruf Ta’ mudhara’ah dibuang, huruf pertamanya Wawu (huruf illat) juga dibuang, sehingga tinggal satu huruf قِ atau فِ. Ini kasus yang lebih jarang tapi ada.
- Ada juga Fi’il Amar yang dibentuk dari Fi’il Mudhari’ yang huruf keduanya sukun dan tidak diawali Hamzatul Wasl, seperti خُذْ (khuż - ambillah!), كُلْ (kul - makanlah!), مُرْ (mur - perintahkanlah!). Ini termasuk shādz (menyimpang dari kaidah umum) atau punya illat khusus.
Fakta-fakta ini menunjukkan betapa kaya dan kadang “penuh kejutan”-nya tata bahasa Arab!
Semoga penjelasan tentang Fi’il Amar ini bisa bantu kamu memahami lebih dalam tentang kata kerja perintah dalam Bahasa Arab. Memang perlu waktu dan latihan untuk benar-benar menguasainya, tapi begitu paham kaidahnya, insyaallah akan terasa lebih mudah.
Yuk, kalau ada yang masih bingung atau punya pertanyaan, jangan ragu tanyakan di kolom komentar ya! Atau mungkin kamu punya tips belajar Fi’il Amar yang lain? Bagikan pengalamanmu!
Posting Komentar