Zihar: Mengenal Lebih Dalam, Hukum, dan Konsekuensinya dalam Islam
Zihar adalah istilah dalam hukum Islam yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Namun, bagi umat Muslim yang mendalami agama, istilah ini memiliki makna dan konsekuensi yang cukup serius dalam kehidupan rumah tangga. Secara sederhana, zihar adalah tindakan seorang suami yang menyamakan istrinya dengan mahramnya (perempuan yang haram dinikahi selamanya), seperti ibu kandungnya atau saudara perempuannya. Tindakan ini bukan hanya sekadar ucapan, tetapi memiliki implikasi hukum dan spiritual dalam Islam.
Pengertian Zihar Secara Bahasa dan Istilah¶
Untuk memahami lebih dalam tentang zihar, kita perlu melihat dari dua sudut pandang, yaitu pengertian secara bahasa dan istilah dalam syariat Islam. Memahami kedua aspek ini akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang apa sebenarnya zihar itu.
Zihar dalam Bahasa Arab¶
Secara bahasa, kata “zihar” (ظهار) berasal dari kata “zhahr” (ظهر) dalam bahasa Arab, yang berarti punggung. Mengapa punggung? Karena dalam tradisi Arab jahiliyah sebelum Islam datang, ungkapan zihar seringkali diucapkan dengan kalimat ” ظهرك علي كظهر أمي” (punggungmu bagiku seperti punggung ibuku). Ungkapan ini secara simbolis menunjukkan bahwa istri menjadi haram bagi suami seperti haramnya ibu kandung. Jadi, secara etimologis, zihar berkaitan dengan penyamaan istri dengan punggung mahram, yang merupakan simbol keharaman.
Zihar Menurut Istilah Syara’¶
Dalam istilah syara’ (hukum Islam), zihar didefinisikan sebagai ucapan seorang suami kepada istrinya dengan kalimat yang menyamakan istrinya dengan mahramnya dari pihak perempuan. Penyamaan ini bisa dalam bentuk penyamaan seluruh tubuh atau sebagian anggota tubuh yang biasanya menimbulkan syahwat. Contoh ucapan zihar adalah, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku,” atau “Kepalamu bagiku seperti kepala saudara perempuanku,” atau “Kamu haram bagiku seperti ibuku.” Intinya, ucapan tersebut mengandung unsur pengharaman istri seperti haramnya mahram.
Penting untuk dicatat bahwa zihar bukan sekadar ungkapan marah atau emosi sesaat. Dalam hukum Islam, zihar adalah pernyataan serius yang memiliki konsekuensi hukum yang jelas. Oleh karena itu, seorang suami harus sangat berhati-hati dalam berucap, terutama dalam kondisi marah, agar tidak terjerumus dalam perbuatan zihar.
Hukum Zihar dalam Islam¶
Zihar dalam Islam hukumnya adalah haram. Islam sangat melarang tindakan zihar karena dianggap sebagai perbuatan yang mungkar dan menyakiti perasaan istri. Selain itu, zihar juga dapat merusak keharmonisan rumah tangga dan berpotensi mengarah pada perceraian. Namun, meskipun haram, zihar tetap sah secara hukum, dalam artian ia memiliki konsekuensi hukum yang harus dipenuhi oleh suami yang melakukan zihar.
Dalil Al-Quran tentang Zihar¶
Pengharaman zihar dan hukum-hukum terkait dengannya dijelaskan secara gamblang dalam Al-Quran, khususnya dalam Surah Al-Mujadilah (Surah ke-58). Surah ini bahkan dinamakan “Al-Mujadilah” yang berarti “Perempuan yang mengajukan gugatan,” karena ayat-ayat awal surah ini turun sebagai respon terhadap kasus seorang perempuan bernama Khawlah binti Tsa’labah yang mengajukan gugatan kepada Rasulullah SAW terkait zihar yang dilakukan suaminya, Aus bin Shamit.
Ayat-ayat yang membahas zihar dalam Surah Al-Mujadilah adalah ayat 2-4:
Ayat 2:
الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ ۖ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ ۚ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ
“Orang-orang yang menzihar istri mereka di antara kamu, (menganggap istri mereka sebagai ibu mereka), padahal istri-istri mereka itu bukanlah ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah perempuan yang melahirkan mereka. Sesungguhnya mereka benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
Ayat 3:
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Dan orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat 4:
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۖ فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ۚ ذَٰلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka barangsiapa tidak dapat (memerdekakan budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum kedua suami istri itu bercampur. Dan barangsiapa tidak mampu (berpuasa), maka (wajib atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.”
Ayat-ayat ini dengan jelas mencela perbuatan zihar dan menyebutnya sebagai perkataan yang “mungkar dan dusta.” Allah SWT menegaskan bahwa istri bukanlah ibu, dan penyamaan istri dengan ibu adalah perkataan yang batil. Ayat-ayat ini juga menetapkan kaffarah (tebusan) bagi suami yang melakukan zihar jika ia ingin kembali rujuk dengan istrinya.
Pandangan Ulama tentang Hukum Zihar¶
Para ulama sepakat bahwa hukum zihar adalah haram. Mereka berdalil dengan ayat-ayat Al-Quran di atas dan juga hadis-hadis Nabi SAW yang mencela perbuatan zihar. Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai jenis talak yang terjadi akibat zihar.
- Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa zihar tidak termasuk talak. Zihar hanya mengharamkan suami untuk berhubungan intim dengan istrinya sampai ia membayar kaffarah. Jika suami tidak membayar kaffarah, istri boleh mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama.
- Mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa zihar termasuk talak raj’i (talak yang masih bisa dirujuk). Artinya, setelah zihar terjadi, istri menjadi tertalak, dan suami tidak boleh berhubungan intim dengannya sampai ia membayar kaffarah dan rujuk kepada istrinya. Jika suami tidak rujuk dan tidak membayar kaffarah sampai masa iddah istri habis, maka terjadilah talak bain (talak yang tidak bisa dirujuk kecuali dengan akad nikah baru).
Perbedaan pendapat ini menunjukkan bahwa masalah zihar adalah masalah yang kompleks dan memiliki berbagai interpretasi dalam fiqih Islam. Namun, kesepakatan ulama tentang haramnya zihar menunjukkan betapa seriusnya perbuatan ini dalam pandangan Islam.
Rukun dan Syarat Zihar¶
Agar suatu ucapan dapat dikategorikan sebagai zihar, ada beberapa rukun dan syarat yang harus terpenuhi. Rukun adalah unsur-unsur pokok yang harus ada dalam zihar, sedangkan syarat adalah ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi agar zihar dianggap sah secara hukum.
Rukun Zihar¶
Rukun zihar ada empat, yaitu:
- Muzhahir (Orang yang melakukan zihar): Haruslah seorang suami yang sah secara syara’. Zihar tidak sah jika dilakukan oleh orang yang bukan suami, seperti pacar atau orang lain.
- Muzhahar minha (Istri yang dizihar): Haruslah seorang istri yang sah secara syara’. Zihar tidak sah jika dilakukan kepada perempuan yang bukan istrinya, seperti perempuan yang belum dinikahi atau perempuan yang sudah diceraikan.
- Muzhahar bih (Mahram yang dijadikan perbandingan): Haruslah mahram dari pihak perempuan yang haram dinikahi selamanya, seperti ibu kandung, saudara perempuan, bibi, atau nenek. Tidak sah jika dibandingkan dengan mahram dari pihak laki-laki atau perempuan yang bukan mahram.
- Sighat zihar (Ucapan zihar): Haruslah ucapan yang jelas menunjukkan penyamaan istri dengan mahram. Ucapan tersebut bisa berupa perkataan langsung seperti “Kamu bagiku seperti ibuku,” atau perkataan kinayah (sindiran) yang memiliki makna yang sama, tergantung pada niat dan konteks pembicaraan.
Syarat Sah Zihar¶
Selain rukun, ada juga beberapa syarat sah zihar, antara lain:
- Suami Mukallaf: Suami yang melakukan zihar haruslah mukallaf, yaitu orang yang sudah baligh dan berakal. Zihar tidak sah jika dilakukan oleh anak kecil atau orang gila.
- Atas Kehendak Sendiri: Zihar harus dilakukan atas kehendak sendiri suami, tanpa paksaan dari pihak lain. Zihar tidak sah jika dilakukan karena dipaksa atau tidak sadar.
- Dengan Ucapan yang Jelas atau Kinayah yang Jelas: Ucapan zihar haruslah jelas dalam menunjukkan penyamaan istri dengan mahram, atau berupa kinayah (sindiran) yang memiliki makna yang sama dan dipahami sebagai zihar oleh orang yang mendengarnya. Ucapan yang ambigu atau tidak jelas maknanya tidak dianggap sebagai zihar.
- Tidak dalam Kondisi Marah yang Sangat Hilang Akal: Meskipun marah tidak menghilangkan sahnya zihar, namun jika suami mengucapkan zihar dalam kondisi marah yang sangat parah hingga hilang akal, para ulama berbeda pendapat mengenai sahnya zihar tersebut. Sebagian ulama menganggap tidak sah karena dalam kondisi tersebut suami tidak memiliki kesadaran penuh atas ucapannya.
Memahami rukun dan syarat zihar ini penting agar kita bisa membedakan mana ucapan yang termasuk zihar dan mana yang bukan. Hal ini juga penting untuk mengetahui konsekuensi hukum yang berlaku jika zihar terjadi.
Konsekuensi dan Akibat Zihar¶
Zihar memiliki konsekuensi dan akibat hukum yang cukup berat dalam Islam. Konsekuensi utama dari zihar adalah diharamkannya hubungan intim antara suami dan istri sampai suami membayar kaffarah. Selain itu, zihar juga dapat menimbulkan masalah lain dalam rumah tangga, seperti keretakan hubungan dan potensi perceraian.
Akibat Hukum Zihar¶
Akibat hukum utama dari zihar adalah:
- Haram Berhubungan Intim: Suami haram hukumnya berhubungan intim dengan istrinya setelah melakukan zihar, sampai ia membayar kaffarah. Jika suami tetap berhubungan intim sebelum membayar kaffarah, ia berdosa dan harus tetap membayar kaffarah.
- Wajib Membayar Kaffarah: Suami wajib membayar kaffarah jika ingin kembali berhubungan intim dengan istrinya. Kaffarah ini adalah bentuk penebusan dosa atas perbuatan zihar yang telah dilakukan.
- Istri Berhak Menuntut Haknya: Istri yang dizihar berhak menuntut haknya kepada suami. Ia bisa meminta suami untuk segera membayar kaffarah agar hubungan suami istri kembali normal. Jika suami enggan membayar kaffarah atau tidak mau rujuk, istri boleh mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama.
Cara Menebus Zihar (Kaffarah)¶
Kaffarah zihar telah dijelaskan dalam Al-Quran Surah Al-Mujadilah ayat 3-4. Kaffarah ini memiliki urutan, yaitu:
Urutan Kaffarah Zihar¶
- Memerdekakan Budak: Kaffarah yang pertama dan utama adalah memerdekakan seorang budak. Namun, di zaman sekarang, perbudakan sudah tidak ada lagi, sehingga kaffarah ini menjadi tidak relevan untuk dipraktikkan.
- Puasa Dua Bulan Berturut-turut: Jika tidak mampu memerdekakan budak (atau tidak ada budak), maka kaffarah selanjutnya adalah berpuasa dua bulan berturut-turut. Puasa ini harus dilakukan tanpa putus, kecuali karena alasan syar’i seperti sakit atau haid bagi perempuan. Jika puasa terputus tanpa alasan syar’i, maka harus diulang dari awal.
- Memberi Makan Enam Puluh Orang Miskin: Jika tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut, maka kaffarah terakhir adalah memberi makan enam puluh orang miskin. Setiap orang miskin diberi makan sebanyak satu mud (kira-kira 0,6 kg) makanan pokok, seperti beras atau gandum.
Urutan kaffarah ini bersifat pilihan berurutan. Artinya, suami harus berusaha melaksanakan kaffarah yang pertama (memerdekakan budak) terlebih dahulu. Jika tidak mampu, baru beralih ke kaffarah yang kedua (puasa), dan jika tidak mampu juga, baru beralih ke kaffarah yang terakhir (memberi makan orang miskin). Suami tidak boleh langsung memilih kaffarah yang paling ringan jika ia mampu melaksanakan kaffarah yang lebih berat.
Perbedaan Zihar dengan Talak dan Li’an¶
Meskipun zihar memiliki kaitan dengan masalah rumah tangga dan perceraian, zihar berbeda dengan talak dan li’an. Penting untuk memahami perbedaan ketiganya agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami hukum Islam terkait masalah keluarga.
Perbedaan Zihar dan Talak¶
- Definisi: Zihar adalah penyamaan istri dengan mahram, sedangkan talak adalah pelepasan ikatan pernikahan oleh suami.
- Tujuan: Tujuan zihar bukan untuk menceraikan istri, melainkan untuk mengharamkan hubungan intim dengan istri. Sedangkan tujuan talak adalah untuk mengakhiri hubungan pernikahan.
- Konsekuensi: Konsekuensi zihar adalah haram berhubungan intim sampai membayar kaffarah, dan bisa berujung pada talak jika suami tidak membayar kaffarah atau tidak mau rujuk. Konsekuensi talak adalah berakhirnya hubungan pernikahan dan timbulnya masa iddah bagi istri.
- Rujuk: Dalam zihar, suami bisa rujuk kembali berhubungan intim dengan istri setelah membayar kaffarah. Dalam talak raj’i, suami bisa rujuk kepada istri selama masa iddah masih berlangsung tanpa perlu akad nikah baru. Dalam talak bain, rujuk hanya bisa dilakukan dengan akad nikah baru.
Perbedaan Zihar dan Li’an¶
- Definisi: Zihar adalah penyamaan istri dengan mahram, sedangkan li’an adalah sumpah suami untuk menolak nasab anak atau menuduh istri berzina tanpa bukti yang kuat.
- Penyebab: Zihar terjadi karena ucapan suami yang menyamakan istri dengan mahram. Li’an terjadi karena suami menuduh istri berzina atau menolak nasab anak yang dikandung istri.
- Konsekuensi: Konsekuensi zihar adalah haram berhubungan intim sampai membayar kaffarah. Konsekuensi li’an adalah perceraian abadi (talak bain kubra), gugurnya nasab anak dari suami, dan haramnya suami istri untuk menikah lagi selamanya.
- Kaffarah: Zihar memiliki kaffarah yang harus dibayar oleh suami agar bisa kembali berhubungan intim dengan istri. Li’an tidak memiliki kaffarah, tetapi memiliki hukuman had (cambuk) bagi suami jika ia menarik sumpahnya dan mengakui tuduhannya palsu.
Secara ringkas, zihar, talak, dan li’an adalah tiga istilah yang berbeda dalam hukum Islam terkait masalah rumah tangga. Zihar berkaitan dengan pengharaman hubungan intim, talak berkaitan dengan perceraian, dan li’an berkaitan dengan penolakan nasab dan tuduhan zina.
Hikmah Diharamkannya Zihar dalam Islam¶
Islam mengharamkan zihar bukan tanpa alasan. Ada hikmah dan pelajaran berharga yang terkandung dalam pengharaman zihar ini. Beberapa hikmah diharamkannya zihar antara lain:
- Menjaga Kehormatan Istri: Zihar dianggap sebagai tindakan merendahkan dan menghina istri. Menyamakan istri dengan mahram adalah perbuatan yang sangat tidak pantas dan menyakiti perasaan istri. Islam menjaga kehormatan istri dan melarang segala bentuk perlakuan buruk terhadap istri, termasuk zihar.
- Mencegah Keretakan Rumah Tangga: Ucapan zihar dapat memicu konflik dan keretakan dalam rumah tangga. Istri yang dizihar akan merasa tersakiti dan tidak dihargai, yang bisa berujung pada pertengkaran dan bahkan perceraian. Pengharaman zihar bertujuan untuk menjaga keharmonisan dan keutuhan rumah tangga.
- Mendidik Suami untuk Berkata Baik: Zihar seringkali diucapkan dalam kondisi marah atau emosi. Islam mendidik suami untuk menjaga lisannya dan berkata baik kepada istri, terutama dalam kondisi emosi. Pengharaman zihar menjadi pengingat bagi suami untuk tidak sembarangan berucap yang dapat menyakiti hati istri dan merusak hubungan rumah tangga.
- Menegakkan Keadilan dalam Rumah Tangga: Islam mengajarkan keadilan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam rumah tangga. Zihar dianggap sebagai tindakan yang tidak adil terhadap istri, karena menyamakan istri dengan mahram adalah perbuatan yang tidak benar dan merugikan istri. Pengharaman zihar bertujuan untuk menegakkan keadilan dan mencegah perlakuan zalim terhadap istri.
Hikmah-hikmah ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan keharmonisan dan keadilan dalam rumah tangga. Pengharaman zihar adalah salah satu bentuk perlindungan Islam terhadap hak-hak istri dan upaya menjaga keutuhan keluarga Muslim.
Tips Menghindari Zihar dalam Rumah Tangga¶
Zihar adalah perbuatan yang haram dan memiliki konsekuensi hukum yang berat. Oleh karena itu, setiap suami Muslim perlu berhati-hati dan berusaha menghindari zihar dalam kehidupan rumah tangganya. Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan untuk menghindari zihar:
- Menjaga Lisan: Tips utama untuk menghindari zihar adalah menjaga lisan. Suami harus membiasakan diri untuk berkata baik dan sopan kepada istri, terutama dalam kondisi marah atau emosi. Hindari mengucapkan kata-kata kasar, apalagi kata-kata yang mengandung unsur zihar.
- Mengelola Emosi: Marah adalah salah satu pemicu utama ucapan zihar. Oleh karena itu, suami perlu belajar mengelola emosi dengan baik. Jika sedang marah, sebaiknya diam, beristighfar, atau mencari cara lain untuk meredakan emosi, seperti berwudhu atau shalat.
- Memahami Hukum Zihar: Pengetahuan tentang hukum zihar sangat penting agar suami menyadari bahaya dan konsekuensi dari perbuatan zihar. Dengan memahami hukum zihar, suami akan lebih berhati-hati dalam berucap dan bertindak agar tidak terjerumus dalam perbuatan zihar.
- Saling Menghargai dan Menghormati: Rumah tangga yang harmonis dibangun atas dasar saling menghargai dan menghormati antara suami dan istri. Jika suami menghargai dan menghormati istrinya, ia tidak akan tega mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati istri, apalagi kata-kata zihar yang merendahkan martabat istri.
- Meningkatkan Pemahaman Agama: Pemahaman agama yang baik akan membimbing suami untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam, termasuk dalam berinteraksi dengan istri. Dengan meningkatkan pemahaman agama, suami akan lebih menyadari pentingnya menjaga lisan, mengelola emosi, dan menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama, seperti zihar.
Dengan menerapkan tips-tips ini, diharapkan setiap suami Muslim dapat terhindar dari perbuatan zihar dan menjaga keharmonisan rumah tangganya. Rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah adalah dambaan setiap keluarga Muslim, dan menghindari perbuatan zihar adalah salah satu langkah penting untuk mewujudkan impian tersebut.
Studi Kasus atau Contoh Zihar (Jika Ada)¶
Dalam sejarah Islam, terdapat beberapa kasus zihar yang tercatat dalam hadis dan kitab-kitab fiqih. Salah satu contoh yang paling terkenal adalah kasus Khawlah binti Tsa’labah yang disebutkan dalam Surah Al-Mujadilah.
Kisah Khawlah binti Tsa’labah:
Khawlah binti Tsa’labah adalah seorang perempuan Anshar yang menikah dengan Aus bin Shamit. Suatu hari, terjadi perselisihan antara Khawlah dan Aus. Dalam kondisi marah, Aus mengucapkan zihar kepada Khawlah, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku.” Khawlah sangat sedih dan bingung dengan ucapan suaminya. Ia merasa diperlakukan tidak adil dan khawatir tentang status pernikahannya.
Khawlah kemudian mengadu kepada Rasulullah SAW tentang apa yang dialaminya. Ia datang kepada Rasulullah SAW dan mengajukan gugatan atas perbuatan zihar suaminya. Rasulullah SAW pada awalnya belum memiliki jawaban pasti terkait hukum zihar. Namun, Allah SWT kemudian menurunkan wahyu berupa ayat-ayat Surah Al-Mujadilah yang menjelaskan hukum zihar, kaffarahnya, dan hak-hak istri yang dizihar.
Ayat-ayat ini menjadi solusi hukum bagi kasus Khawlah dan menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menghadapi masalah zihar. Kisah Khawlah binti Tsa’labah ini menunjukkan betapa pentingnya keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan dalam Islam, serta bagaimana Islam memberikan solusi hukum yang jelas dan adil dalam masalah rumah tangga.
Contoh kasus ini juga menggambarkan realitas bahwa zihar bisa terjadi dalam kehidupan rumah tangga, meskipun perbuatan ini dilarang dan dicela dalam Islam. Oleh karena itu, pemahaman tentang hukum zihar dan upaya menghindarinya menjadi sangat penting bagi setiap pasangan Muslim.
Fakta Menarik tentang Zihar¶
Selain pengertian, hukum, dan konsekuensinya, ada beberapa fakta menarik terkait zihar yang perlu kita ketahui:
- Tradisi Jahiliyah: Zihar sudah ada sejak zaman jahiliyah sebelum Islam datang. Masyarakat Arab jahiliyah menggunakan zihar sebagai salah satu cara untuk menceraikan istri. Namun, Islam mereformasi praktik zihar ini, tidak menjadikannya sebagai talak, tetapi sebagai perbuatan haram yang memiliki kaffarah.
- Peran Surah Al-Mujadilah: Surah Al-Mujadilah memiliki peran yang sangat penting dalam hukum zihar. Surah ini diturunkan khusus untuk menjelaskan hukum zihar dan memberikan solusi hukum bagi kasus zihar yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Surah ini menjadi rujukan utama dalam memahami hukum zihar dalam fiqih Islam.
- Kaffarah Bertahap: Kaffarah zihar yang bertahap (memerdekakan budak, puasa, memberi makan miskin) menunjukkan kemudahan dan fleksibilitas dalam hukum Islam. Jika seseorang tidak mampu melaksanakan kaffarah yang pertama, ia diberi pilihan kaffarah yang lebih ringan, sesuai dengan kemampuannya. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak memberatkan umatnya dalam melaksanakan hukum-hukum agama.
- Perbedaan Pendapat Ulama: Meskipun hukum haramnya zihar disepakati oleh seluruh ulama, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai status zihar sebagai talak. Perbedaan ini menunjukkan bahwa masalah zihar adalah masalah yang kompleks dan memiliki berbagai interpretasi dalam fiqih Islam.
- Kasus yang Jarang Terjadi: Meskipun zihar ada dalam hukum Islam, kasus zihar relatif jarang terjadi di kalangan umat Muslim saat ini. Hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya kesadaran umat Muslim tentang hukum-hukum agama dan pentingnya menjaga lisan dalam rumah tangga.
Fakta-fakta menarik ini memberikan wawasan tambahan tentang zihar dan konteks historis serta hukumnya dalam Islam. Memahami fakta-fakta ini dapat membantu kita lebih mengapresiasi kearifan dan kelengkapan hukum Islam dalam mengatur kehidupan rumah tangga.
Kesimpulan¶
Zihar adalah tindakan seorang suami yang menyamakan istrinya dengan mahramnya. Hukum zihar dalam Islam adalah haram dan termasuk perbuatan mungkar. Zihar memiliki konsekuensi hukum berupa haramnya hubungan intim sampai suami membayar kaffarah. Kaffarah zihar memiliki urutan, yaitu memerdekakan budak, puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan enam puluh orang miskin.
Zihar berbeda dengan talak dan li’an, meskipun ketiganya berkaitan dengan masalah rumah tangga. Hikmah diharamkannya zihar adalah untuk menjaga kehormatan istri, mencegah keretakan rumah tangga, mendidik suami berkata baik, dan menegakkan keadilan. Untuk menghindari zihar, suami perlu menjaga lisan, mengelola emosi, memahami hukum zihar, saling menghargai istri, dan meningkatkan pemahaman agama.
Semoga artikel ini memberikan pemahaman yang komprehensif tentang apa itu zihar, hukumnya, konsekuensinya, dan cara menghindarinya. Penting bagi setiap pasangan Muslim untuk memahami hukum-hukum agama terkait rumah tangga agar dapat membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah sesuai dengan ajaran Islam.
Bagaimana pendapat Anda tentang zihar? Apakah Anda pernah mendengar istilah ini sebelumnya? Yuk, berbagi pandangan dan pengalaman Anda di kolom komentar di bawah ini!
Posting Komentar